
Sebuah langkah transformatif dalam dunia pendidikan Indonesia kini di ambang pintu. Wacana yang beberapa tahun lalu hanya menjadi angan-angan para pegiat game, kini mulai menunjukkan titik terang: esports (olahraga elektronik) secara resmi dirancang untuk menjadi salah satu cabang kegiatan ekstrakurikuler di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Inisiatif ini menandai pergeseran paradigma besar, mengakui potensi positif video game kompetitif yang selama ini kerap dipandang sebelah mata.
Diprakarsai oleh Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) dengan dukungan dari berbagai kementerian terkait seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), program ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem pembinaan atlet sejak usia dini yang terstruktur, terarah, dan bertanggung jawab. Tujuannya bukan sekadar mencetak pemain profesional, tetapi juga membentuk generasi muda yang adaptif terhadap perkembangan teknologi digital dengan berbagai keahlian yang relevan.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Indonesia merupakan salah satu pasar game terbesar di dunia dengan puluhan juta pemain aktif. Prestasi tim-tim esports Indonesia di kancah internasional telah membuktikan bahwa talenta yang ada sangat melimpah. Dengan menjadikannya kegiatan ekstrakurikuler esports resmi, pemerintah dan PBESI berharap dapat menyalurkan minat dan bakat siswa ke jalur yang lebih positif, sekaligus mematahkan stigma negatif yang melekat pada aktivitas bermain game.
Dari Stigma Negatif ke Kurikulum Positif
Selama bertahun-tahun, bermain game identik dengan kemalasan, kecanduan, dan penurunan prestasi akademik. Namun, melalui program ekstrakurikuler ini, persepsi tersebut coba diubah. Kurikulum yang dirancang tidak hanya berfokus pada kemampuan teknis bermain game (hard skill), tetapi juga menekankan pengembangan karakter dan keterampilan non-teknis (soft skill).
Para siswa tidak akan dibiarkan bermain tanpa arah. Sebaliknya, mereka akan dibimbing oleh pelatih bersertifikat yang telah mendapatkan pelatihan khusus. Materi yang diajarkan mencakup berbagai aspek fundamental yang penting, baik di dalam maupun di luar arena virtual. Aspek-aspek tersebut antara lain:
- Kerja Sama Tim (Teamwork): Game esports berbasis tim menuntut komunikasi yang efektif, koordinasi, dan saling percaya antar pemain untuk mencapai kemenangan.
- Pemikiran Strategis dan Kritis: Siswa dilatih untuk menganalisis situasi, membuat keputusan cepat di bawah tekanan, dan merancang strategi kompleks untuk mengungguli lawan.
- Disiplin dan Manajemen Waktu: Program ini akan menerapkan jadwal latihan yang terstruktur, mengajarkan siswa untuk menyeimbangkan waktu antara belajar, berlatih esports, dan beristirahat.
- Sportivitas: Sama seperti olahraga konvensional, siswa akan diajarkan pentingnya menghargai lawan, menerima kekalahan dengan lapang dada, dan merayakan kemenangan tanpa arogansi.
- Kesehatan Fisik dan Mental: Kurikulum juga akan menyentuh aspek penting seperti postur tubuh yang benar saat bermain, pentingnya peregangan, nutrisi, serta cara mengelola stres dan tekanan kompetisi.
Lebih jauh, program ini membuka wawasan karier di industri esports yang sangat luas. Siswa akan diperkenalkan pada berbagai profesi selain menjadi atlet, seperti analis pertandingan, caster (pembawa acara), manajer tim, penyelenggara acara, hingga pengembang game.
Daftar Game yang Menjadi Perintis
Pemilihan game untuk masuk dalam kurikulum ekstrakurikuler dilakukan dengan pertimbangan matang, meliputi popularitas, basis komunitas yang besar di Indonesia, mekanisme permainan yang kompetitif, serta rating usia yang sesuai untuk pelajar. Berdasarkan informasi dari berbagai program rintisan yang telah berjalan dan rencana PBESI, berikut adalah nama-nama game yang menjadi garda terdepan dalam program ini:
- Mobile Legends: Bang Bang (MLBB): Sebagai game dengan popularitas masif di Indonesia, MLBB menjadi pilihan utama. Game bergenre Multiplayer Online Battle Arena (MOBA) ini sangat mengandalkan strategi tim 5 vs 5, komunikasi, dan penguasaan karakter (hero), menjadikannya media yang sangat efektif untuk mengajarkan kerja sama tim dan pemikiran taktis. Beberapa kota, seperti Surabaya, bahkan telah secara spesifik mengumumkan rencana untuk memasukkan MLBB ke dalam kurikulum sekolah.
- Free Fire: Game bergenre battle royale ini memiliki basis pemain yang sangat besar di kalangan pelajar. Aspek bertahan hidup, pengambilan keputusan cepat, dan kesadaran spasial menjadi kunci utama dalam permainan ini. Melalui Free Fire, siswa dapat melatih refleks dan kemampuan adaptasi terhadap situasi yang terus berubah.
- PUBG Mobile: Serupa dengan Free Fire, PUBG Mobile juga merupakan game battle royale populer yang menawarkan tingkat realisme dan kompleksitas strategi yang lebih tinggi. Game ini cocok untuk melatih kesabaran, perencanaan rute, dan penguasaan senjata yang beragam, di samping kerja sama dalam mode skuad.
Ketiga game mobile tersebut menjadi fokus utama karena aksesibilitasnya yang tinggi. Sebagian besar siswa telah memiliki perangkat smartphone yang memadai, sehingga tidak memerlukan investasi infrastruktur yang mahal dari pihak sekolah pada tahap awal.
Tantangan dan Jalan ke Depan
Meskipun disambut dengan antusiasme, implementasi program ekstrakurikuler esports bukannya tanpa tantangan. Rintangan terbesar adalah mengubah pola pikir orang tua dan sebagian kalangan pendidik yang masih memegang teguh stigma negatif terhadap game. Sosialisasi yang masif dan bukti nyata akan dampak positif program ini menjadi kunci utama untuk mendapatkan dukungan penuh.
Selain itu, ketersediaan tenaga pengajar atau pelatih yang kompeten dan bersertifikat di seluruh Indonesia juga menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Standarisasi kurikulum dan metode pelatihan perlu dilakukan secara merata untuk memastikan kualitas pembinaan yang seragam.
Terlepas dari berbagai tantangan tersebut, langkah untuk menjadikan esports sebagai ekstrakurikuler adalah sebuah lompatan besar bagi Indonesia. Ini adalah pengakuan bahwa dunia digital bukan lagi ancaman, melainkan sebuah realitas yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan dan pengembangan diri. Jika dieksekusi dengan baik, program ini tidak hanya akan melahirkan atlet-atlet esports kelas dunia, tetapi juga generasi muda yang lebih cerdas, disiplin, dan siap menghadapi tantangan zaman.